Riuh adik adik yang berlarian
mengitari rumah,
dan bertengkar,
sebentar kemudian menangis,
sekejap hilang seperti mimpi.
Rasanya seperti ditarik menuju peti mati.
Aku di sini
bersama televisi
mendekap sunyi hingga sepi.
Sedangkan ruang
dan waktu terus berjalan bersama mereka
dalam ketuk langkah langkah kecil
yang perlahan tak bersuara
tak sudi sampai ke telinga.
Hanya kepada televisi aku bicara
tentang betapa sepi itu menjadi demikian rumit,
dan cengeng.
Sebagaimana ribuan orang kesepian lainnya
yang punya banyak catatan untuk dibahasakan
kepada orang orang.
Namun hanya ada televisi yang tersenyum simpul
di hadapan mereka.
Pun aku saat ini!
Karena hanya ada televisi,
tersisa
di tiap tiap ruang keluarga
yang ditinggal pergi pemiliknya.
No comments:
Post a Comment