Projek yang dikerjakan Motoyuki Daifu ini bercerita tentang keseharian keluarganya. Ia mendokumentasikan segala “kekacauan” yang muncul sehari-hari di rumahnya. Projek ini menjadi salah satu nominasi dalam penghargaan Prix Pictet ke-5, yang pemenangnya akan diumumkan bulan Mei 2014. Dalam Artist’s Statement-nya, Daifu menulis,
“My mother sleeps every day. My dad does chores. My brothers fight. There are trash bags all over the place. Half-eaten dinners, cat poop, mountains of clothes: this is my lovable daily life, and a loveable Japan.”
Persis seperti yang ia katakan, foto-foto dalam seri ini menyajikan gambaran visual mengenai segala kekacauan sehari-hari yang dialami keluarganya—sesuatu yang umumnya justru berusaha ditutupi oleh orang-orang—dengan sangat apa adanya.
Foto-foto Daifu membuat saya mengingat kembali kenangan masa kecil, sewaktu saya dan keluarga masih tinggal di rumah Kakek dan Nenek. Di rumah itu, kami sekeluarga (Ayah, Ibu, Kakak, saya, dan satu orang Adik) diberi jatah sebuah kamar berukuran sekitar sepuluh kali lima meter. Dulunya kamar tersebut merupakan dua kamar yang lantas dilebur jadi satu.
Walaupun untuk ukuran normal, ukuran kamar tersebut sangat besar, namun tetap saja bukan tempat yang ideal untuk hidup sebuah keluarga dengan tiga orang anak. Saat itu, meja belajar yang penuh dengan piring bekas makan yang belum sempat dicuci, tempat tidur yang penuh baju-baju bersih yang belum sempat disetrika serta barang-barang yang sering sulit dicari karena terselip merupakan kejadian yang kerap saya jumpai sehari-hari. Persis seperti apa yang dialami Daifu dan keluarganya.
Bagi saya, projek foto Daifu ini memberikan pandangan berbeda mengenai konsep kerapihan yang ideal. Seperti halnya saya ketika beranjak dewasa, sedikit banyak saya merasa malu dengan berbagai “kekacauan” yang pernah saya alami. Saya malu saya pernah mengalami kondisi yang tidak ideal. Namun ketika melihat foto-foto Daifu, yang pertama kali terpikirkan oleh saya adalah: ternyata ada juga orang yang mengalami hal yang sama dengan saya. Jangan-jangan justru delapan puluh sembilan persen keluarga di dunia ini pernah mengalami hal tersebut. Jangan-jangan gambaran ideal mengenai rumah yang aduhai itu hanya betul-betul dialami oleh tidak lebih dari lima persen keluarga di dunia saja. Dan seterusnya.
Ajaibnya, foto-foto Daifu memiliki estetika yang janggal, yang membuat saya menikmati setiap momen kekacauan yang ia tangkap. Ia mampu mengubah cara saya melihat kekacauan itu sendiri, yang mulanya menganggap itu hal yang memalukan menjadi hal yang biasa saja. Tidak masalah kalau kondisi rumahmu tidak sama seperti yang ditampilkan majalah-majalah. Tidak masalah kalau di rumahmu ada tumpukan piring kotor yang belum sempat dicuci, itu sangat manusiawi. Tidak masalah kalau ada kekacauan, justru itulah yang menjadi tanda bahwa ada kehidupan di sana, dan kehidupan itu yang membuat rumah menjadi hangat. Seperti judul yang ia berikan untuk projek ini: “The Family is a pubis. So I cover it with pretty panties”, saya jadi berpikir, ya, mengapa tidak?
Satu-satunya kekurangan yang terdapat pada projek Daifu ini adalah, jumlah foto yang kurang banyak. Namun bisa jadi itu karena projek ini memang belum lama ia kerjakan, atau bahkan memang belum selesai. Saya membayangkan seandainya ia mengerjakan projek ini selama beberapa tahun, mengikut perkembangan yang terjadi pada anggota keluarga dan juga rumahnya, pasti hasilnya akan sangat menakjubkan.
Foto-foto:
![]() |
01 |
![]() |
02 |
![]() |
03 |
![]() |
04 |
![]() |
05 |
![]() |
06 |
Tautan foto:
No comments:
Post a Comment