Thursday, May 26, 2011

Masyarakat Yang Takut

Sejak Rabu kemarin, saya mengikuti sebuah workshop fotografi jurnalistik yang diadakan oleh Kelas Pagi Yogyakarta, di mana saya terdaftar sebagai siswa angkatan dua sejak bulan beberapa bulan lalu. Workshop bertajuk APPLAUSE #1 ini tidak hanya berisi kuliah namun juga penugasan bagi tiap-tiap peserta. Sebelumnya, masing-masing peserta diwajibkan mengirimkan portofolio foto terbaiknya serta proposal foto esai yang ingin dikerjakan selama workshop.

Ada satu pengalaman menarik yang saya alami selama dua hari melakukan penugasan tersebut, yaitu bagaimana orang-orang di Indonesia demikian takutnya difoto. Projek yang saya kerjakan membuat saya mau tak mau harus berinteraksi dengan orang-orang baru yang sama sekali belum pernah saya temui. Dalam proses itu sebisa mungkin saya berusaha untuk membuat subjek saya nyaman dan tidak merasa terancam dengan kehadiran saya. Saya memastikan pada mereka bahwa saya sama sekali tidak berniat jahat, dan saya juga berusaha mengungkapkan dengan jujur tujuan dan niat saya yang sesungguhnya.

Namun demikian, tetap saja ada beberapa orang yang tampak sangat ketakutan ketika saya meminta izin untuk memotret mereka, entah mengapa. Sebelumnya, saya pernah mengalami hal serupa ketika hendak membuat esai foto tentang penjual jamu tradisional. Ibu penjual tersebut mendadak menjadi defense berlebih saat saya bilang ingin berkunjung ke rumahnya untuk melihat proses peracikan jamunya. Saat hal ini saya diskusikan bersama seorang teman, ia memberikan dua kemungkinan, bisa jadi ia memiliki resep rahasia yang tidak ingin diketahui orang lain, atau yang terburuk ia melakukan hal-hal yang melanggar hukum sehingga ia takut ketahuan pihak yang berwajib.

Ternyata selain hal tersebut masih ada satu kemungkinan lagi, hal ini baru terpikirkan oleh saya setelah sedikit berdiskusi dengan asisten tutor saya di workshop. Kemungkinan itu ialah, persepsi masyarakat terhadap media yang masih relatif buruk. Media masih dianggap sebagai pihak yang suka mencari-cari kesalahan atau mencampuri kehidupan pribadi, dan juga masih bersifat eksploitatif. Sebagai calon awak media, saya mengakui hal tersebut sekaligus kecewa. Padahal jika para pelaku media mau bertindak sedikit lebih menghormati subjek, mereka justru dapat menangkap sesuatu yang natural dan tanpa ganjalan dari subjek-subjeknya. Persepsi masyarakat terhadap media yang seperti ini, sedikit banyak akan merugikan para awak media yang sama sekali tidak memiliki niat buruk.

Dari pengalaman ini, saya jadi memiliki pemikiran untuk mengubah persepsi negatif masyarakat terhadap media yang seperti itu. Mungkin memang terkesan utopis, namun saya akan melakukan apa yang saya mampu, apa yang saya bisa. Saya akan selalu mengingat bahwa semua harus dimulai dengan kejujuran dan niat baik. Mari:)

No comments:

Post a Comment