Monday, May 2, 2011

Menjenguk Si Kain Segi Empat


Masa lalu merupakan subtema yang saya pilih untuk seperempat bagian pertama dari rangkaian tulisan untuk #31harimenulis yang berlangsung 1-31 Mei 2011. Setelah saya membukanya dengan sebuah puisi tentang kekasih di masa lalu yang sekarang telah berubah jadi teman, sekarang saya akan sedikit bercerita mengenai saya. Saya yang telah sekian kali mengalami transformasi layaknya Digimon. Mengapa saya memilih untuk menceritakan diri sendiri? Bukan narsis maupun snob, saya hanya suka memulai segala sesuatunya dari diri sendiri, karena saya yakin, untuk memahami orang lain, terlebih dahulu kita harus mampu memahami diri sendiri.

Saya bukan berasal dari keluarga yang puritan, bahkan bisa dibilang selama ini saya mencari sendiri kebutuhan religius saya. Saya baru mengerti tentang sholat saat saya duduk di sekolah dasar kelas 4, dan saya baru mampu menjalankannya sehari 5 waktu pada saat saya duduk di kelas 3 SMP. Sampai sekarang bacaan Al-Quran saya masih belepotan.

Saya yang duduk di bangku TK hingga SMA semester satu adalah orang dengan tipikal yang sama: tomboy, lebih suka memanjat pohon dan berenang di sungai daripada bermain boneka, memiliki jauh lebih banyak teman laki-laki dibandingkan perempuan, belum pernah berambut panjang melebihi pundak, tidak bisa dandan, tidak suka ribet dalam berpakaian, menyenangi lagu-lagu yang kebanyakan disukai laki-laki seperti Greenday, Sum 41, Blink 182, Creed, dsb. Pada awal SMA saya juga membentuk sebuah band dengan lagu garapan pertamanya adalah “Jesus Of Suburbia”-nya Greenday. Pokoknya saya ya seperti itu.

Namun di semester 2 SMA, saya memutuskan untuk memakai jilbab karena alasan yang tidak perlu saya sebutkan di sini. Sejak memakai jilbab, saya pun “didekati” oleh teman-teman yang berjilbab pula, terutama pengurus Rohis. Sampai suatu ketika saya ditawari untuk bergabung dengan Rohis sekolah. Awalnya saya hanya bisa ngakak dan berkata “Jangan ngejek gitu lah, kamu kan tahu aku gimana.” Tapi mereka terus meyakinkan saya bahwa Rohis bukanlah kumpulan orang-orang yang terbaik tapi kumpulan orang yang ingin menjadi lebih baik. What a nice quote. Akhirnya dengan pikiran semacam itulah saya setuju untuk bergabung, toh tak ada salahnya belajar sesuatu.

Namun ternyata saya salah. Semakin lama semakin banyak hal-hal yang membuat saya tidak nyaman di sana. Mereka bukanlah orang-orang yang ingin menjadi lebih baik, namun hanya orang-orang yang ingin memaksakan kebaikan versi mereka pada orang lain. Suatu contoh, ada siswa yang ingin bergabung di Rohis, namun ia tak berjilbab. Dalam sekejap bocah ini langsung menjadi bahan pergunjingan di kalangan perempuan-perempuan rohis yang menamai diri mereka akhwat itu. Sungguh sebutan yang bagus untuk kelompok yang masih suka membicarakan orang di belakang atau Bahasa Arabnya Ghibah. What the fuck? Itu hanya salah satu dari banyak sekali hal yang membuat saya feel like a shit sekali berada di sana.

Sampai suatu hari di bulan Oktober tahun 2010, saya memutuskan sesuatu yang cukup membuat banyak orang terkejut. Saya resmi melepas jilbab saya pada tanggal 9 Oktober 2010 (kira-kira setelah 5 tahun saya memakainya), waktu itu hari Sabtu, saat saya dan band saya hendak mengisi sebuah acara komunitas pecinta Jepang di Amplaz. Kemudian pada tanggal 12 Oktober 2010, hari Selasa, pertama kalinya saya kuliah ke kampus tanpa jilbab. Reaksi lingkungan sangat keras, namun saya berusaha tidak peduli.

Di balik keputusan tersebut ada beberapa alasan yang sampai sekarang masih sering ditanyakan orang-orang pada saya dan biasanya saya hanya menjawabnya dengan tersenyum, kali ini saya ingin sedikit bercerita tentang alasan itu.

Pertama, ada seorang akhi di rohis SMA yang masih sering mengontak saya dan memaksakan ideologi Islamnya pada saya. Ia merasa ia-lah yang telah mengubah saya menjadi perempuan berjilbab. Ia merasa saya menjadi berjilbab karena dia dan karena saya bergabung di rohis sehingga saya berhutang budi dan harus menuruti apa katanya.

Kedua, saya muak pada anggapan bahwa perempuan baik yang layak dijadikan istri adalah yang berjilbab. Haruskan perempuan di dunia ini berjilbab hanya demi mendapat predikat perempuan baik? Sebanal itukah?

Ketiga, untuk hal-hal se-personal ini, apalagi soal agama., saya sama sekali tidak ingin diintervensi orang lain dalam membuat keputusan, saya tidak ingin niatan saya dibelokkan semata-mata karena ucapan “Kamu lebih cantik kalau pakai jilbab.” Bagi saya jilbab bukan perkara membuatmu terlihat lebih cantik atau lebih “baik-baik”.

Itulah sebagian alasan di balik keputusan saya kemarin. Saya merasa butuh untuk me-reset segala pilihan-pilihan yang telah saya tempuh selama beberapa tahun ini, dan berpikir kembali dengan lebih jernih, apa yang sebenarnya saya mau, apa sebenarnya esensi dari hal-hal seperti berjilbab dan tidak. Saya tidak suka diintervensi, dan dengan melepas jilbab saat ini, saya merasa telah mengembalikan jilbab “pemberian” rohis saya dulu, sehingga tak ada lagi hutang budi, tak ada lagi perasaan berhak untuk mendominasi dan menghakimi saya. Kelak jika saya akhirnya memakai jilbab lagi, saya ingin saya benar-benar memiliki niat yang lurus, yang muncul dari dalam diri saya sendiri, bukan jilbab pemberian siapapun termasuk pemberian tren. 
SMP

Kuliah | Photo by Pinto NH

Post-jilbab

Comparing

9 comments:

  1. berani mengambil keputusan itu hal yang luar biasa !! benar atau salah biar Tuhan yang tahu :)

    ReplyDelete
  2. 'bukan jilbab pemberian siapapun termasuk pemberian tren'
    naaah your last words is my fav quote sai!! I've ever tried to wear jilbab once in highs school but finally I decided to let it go. I realized, that I wore jilbab because my little sister wear it. Not because I want to. And you're also right about religion as a very very personal thing that cannot be forced by anyone else.

    Keep Writing saiii :)

    ReplyDelete
  3. aku suka kamu apa adanya kok :D

    ReplyDelete
  4. Ketoke ket SMP ra ono perubahan berarti yo seko segi tampang. :p

    ReplyDelete
  5. sai.. kesasar di blogmu. hehe. Itu proses sai, i used to. Yang penting hati kita tetap rendah dan ngga sombong ama yang di atas. amin

    ria,

    eh aku punya blog jg.

    maret19.blogspot.com
    satelit19.tumblr.com

    ReplyDelete
  6. aseeeeeeeek! engkau sungguh pemberani. wah kita perlu mendekatkan hubungan agar bisa mengenal satu sama lain dan berbicara yang nggak jelas lagi nih, sail. hahahaha [ojo dianggep serius]

    nek secara subjektif dan secara penampilan, menurutku kamu malah apikan nggo jilbab lho [ini nggak ada sangkut paut dengan agama sama sekali.]




    oh, aku sangat mengerti dan memahami postingan blog ini. aku pernah mengalami masa-masa rohismu itu.
    sebagai ikhwan tentunya :p

    ReplyDelete
  7. setiap pilihan dari "hati kecil"-mu adalah sesuatu yang paling baik, baik menurutmu belum tentu baik menurut orang lain, baik menurut orang lain belum tentu baik untukmu, selamat berproses. keep on writing.

    ReplyDelete
  8. Ah, terima kasih atas komentar-komentarnya, maaf tidak bisa saya apresiasi satu per satu :)

    ReplyDelete