Saturday, May 19, 2012

YouTube Sebagai Teknologi Baru dalam Pemenuhan Kebutuhan Aktualisasi Diri Manusia

Upaya aktualisasi diri yang dilakukan oleh manusia dalam rangka memperoleh pengakuan dari lingkungan sekitarnya merupakan hal yang sering kita lihat. Manusia pada dasarnya memiliki kebutuhan untuk diakui dan dicintai, sehingga sejak awal peradabannya, usaha untuk memenuhi hal itu telah ditempuh manusia dengan berbagai cara. Pada setiap periodesasi zaman, tentu saja masing-masing peradaban di dunia memiliki cara yang berbeda untuk memenuhi kebutuhan tersebut, tergantung pada berbagai berbagai macam faktor yang mempengaruhi pada saat itu, misalnya kondisi geografis maupun kondisi sosio-antropologis. Hal itulah yang kemudian membentuk budaya tertentu pada tiap-tiap peradaban.

Kebudayaan yang berkembang pada tiap-tiap peradaban tidak dapat dipisahkan dengan teknologi yang ada pada peradaban tersebut. Teknologi dipercaya dapat menjadi suatu ukuran keberadaban suatu masyarakat tertentu. Hal ini dapat kita lihat dari cara kita melakukan periodesasi sejarah, bagaimana kita mengelompokkan zaman-zaman dengan melihat hasil teknologi yang telah berkembang pada saat itu, misalnya berbagai teknologi zaman prasejarah mulai dari pisau persegi hingga kapak batu. Tiap pengelompokan didasarkan pada tingkat kemajuan teknologinya. 

Saat ini, di mana teknologi tidak lagi sekedar menjadi alat bantu untuk bertahan hidup dan memenuhi kebutuhan mendasar manusia seperti kebutuhan pangan sebagaimana pada masyarakat prasejarah, ia menjadi kompleks dan menyentuh berbagai lapisan kebutuhan masyarakat mulai dari primer hingga tersier.

Kembali pada salah satu kebutuhan manusia yaitu aktualisasi diri dan kebutuhan untuk diakui dan dicintai, saat ini muncul fenomena baru yang diperkirakan sebagai bentuk pemenuhan akan kebutuhan tersebut: menggunakan video dan internet sebagai sarana aktualisasi diri, seperti yang dilakukan oleh Sinta & Jojo serta Briptu Norman menggunakan situs video terkemuka, YouTube.

Fenomena ini menjadi menarik untuk ditelusuri karena fenomena ini hanya mungkin terjadi pada masa sekarang, di mana terdapat situs video bernama YouTube tersebut. Fenomena ini tidak akan mungkin terjadi tanpa adanya internet dan situs YouTube.

Pada tulisan ini penulis akan lebih melihat fenomena ini sebagai relasi antara manusia, teknologi dan kebudayaan. Penulis hendak memetakan permasalahan yang terjadi, mengurai fenomena yang ada serta menganalisanya sebagai sesuatu yang mungkin menggantikan sesuatu yang telah ada sebelumnya tanpa bermaksud menggurui.
 
Manusia dan Aktualisasi Diri

Kebutuhan akan aktualisasi diri telah lama ada dalam diri manusia. Pengakuan oleh lingkungan di sekitarnya akan membuat ia terus hidup. Dalam kehidupan sosial, orang berlomba-lomba memperoleh status sosial yang lebih tinggi dari sebelumnya demi satu tujuan: pengakuan akan eksistensi dirinya. Ada banyak cara untuk meraih status sosial dan memenuhi kebutuhan akan pengakuan tersebut, salah satu cara yang paling umum dilakukan adalah dengan bekerja. Pekerjaan yang kita lakukan menentukan tingkat kemampuan ekonomi, yang kemudian otomatis menentukan status sosial dalam masyarakat. Dengan demikian maka pengakuan lingkungan akan diperoleh. Selain dengan peningkatan kemampuan ekonomi, kebutuhan ini dipenuhi dengan cara peningkatan popularitas diri, misalnya dengan memperluas pergaulan dan memperbanyak kenalan, dengan cara demikian seorang individu akan dapat meyakinkan dirinya bahwa ia ada dan diakui keberadaannya. Atau bahkan dalam tingkatan yang lebih tinggi, hal itu merupakan salah satu cara untuk meyakinkan dirinya bahwa keberadaan dirinya penting.

Tingkat kebutuhan akan aktualisasi diri dan pengakuan pada tiap individu jelas berbeda-beda. Ada yang memiliki kebutuhan besar akan hal tersebut, ada yang sangat kecil. Hal ini terbukti dengan adanya jenis individu yang merasa nyaman memiliki sedikit teman saja dalam lingkarannya, namun ada juga yang selalu merasa perlu memperluas lingkaran pergaulannya. Namun pada dasarnya, tiap individu memiliki kebutuhan akan hal tersebut dan secara naluriah akan bergerak un tuk melakukan aktualisasi diri dengan berbagai cara, dengan kadarnya masing-masing.
   
Manusia dan Teknologi

 | Teknologi sebagai penunjang kebutuhan

Teknologi merupakan bagian dari kehidupan manusia yang tidak dapat dipisahkan begitu saja. Pada tiap-tiap periodesasi masa, mulai dari pra sejarah hingga saat ini, teknologi menjadi sesuatu yang penting demi menunjang keberlangsungan hidup manusia. Jika pada masa-masa awal peradaban teknologi hanya berhenti pada piranti untuk membantu memenuhi kebutuhan pokok (dalam hal ini makan) seperti diciptakannya alat-alat berburu, maka semakin lama teknologi yang ada pun semakin berkembang seiring dengan meningkatnya kebutuhan manusia di luar kebutuhan primer. Misalnya saja kebutuhan yang bersifat spiritual seperti ritual-ritual terkait dengan kepercayaan animisme maupun dinamisme pada saat itu, akan memunculkan kebutuhan-kebutuhan akan alat penunjangnya, misalnya Menhir untuk tempat pemujaan roh nenek moyang, dan sebagainya.

Dengan melihat pola yang seperti itu, maka secara kasar dapat dipahami bahwa teknologi berkembang seiring dengan perkembangan kebutuhan manusia. Jika melihat kondisi saat ini, jelas sudah sangat kompleks jika dibandingkan dengan masa-masa tersebut. Peradaban manusia semakin maju, kebutuhannya pun telah demikian berkembang menjadi sangat beragam, begitu juga dengan teknologi yang diciptakan. Batas-batas antara kebutuhan primer, sekunder, dan tersier menjadi semakin tidak jelas, semuanya dibutuhkan dan diperjuangkan untuk dipenuhi.
    
 | YouTube sebagai pengganti audisi

Sumber: http://jurukunci4.blogspot.com/2012/05/ketika-semuanya-latah-courtesy-of.html


Teknologi yang dibahas di sini adalah internet sebagai penunjang kebutuhan akan informasi, serta lebih spesifiknya adalah situs video YouTube sebagai teknologi penunjang aktualisasi diri saat ini.

Dalam Pelle Snickars and Patrick Vonderau (2009:9), situs video YouTube bermula pada tanggal 9 Oktober 2006, dibuat oleh dua orang pemuda bernama Chad Hurley and Steve Chen. Dengan tujuan awal untuk berbagai video antaruser, YouTube kemudian berkembang sedemikian rupa menjadi situs yang “keramat” bagi para penggemar ataupun sekedar pencari video. Bahkan, YouTube dapat dimanfaatkan sebagai ajang bisnis dari para penggunanya.

Sistem yang ada di YouTube, yaitu sistem daftar dan “lihat saja” semakin memberikan pilihan kepada audiens, apakah ingin menggunakan YouTube secara intens ataukah hanya untuk mengisi waktu senggang saat berinternet. Dengan sistem daftar, maka tiap user memiliki satu ”kamar” pribadi di mana ia bisa mengupload video tentang apapun di sana (tentunya ada batasan-batasan tertentu sesuai dengan kesepakatan awal ketika membuat account), user lain pun dapat “berlangganan” video-video yang diupload oleh user lain dengan mengaktifkan fitur “subscribes”. Tanpa itu pun, user lain yang tidak mendaftarkan diri masih dapat melihat video-video dari user terdaftar, hanya saja ia harus mencari secara manual menggunakan kata kunci tertentu.

Kemudahan yang ditawarkan YouTube sebagai sebuah teknologi informasi jelas menyita banyak perhatian seluruh audiens di dunia. Berbeda dengan Flickr yang mungkin menggunakan basis sistem yang sama, namun YouTube mampu mengalahkan Flickr dengan unsur “motion” yang ada di dalamnya. Flickr hanya sebatas wadah dari gambar tak bergerak, sedangkan YouTube adalah wadah dari video-gambar yang bergerak. Hal inilah yang kemudian membuat YouTube menjadi demikian populer. Kebanyakan situs lain yang membutuhkan referensi video, sebagian besar memberikan link ke YouTube. Dapat dibayangkan bukan seberapa besar traffic yang ada pada situs ini setiap harinya?

Peran YouTube terhadap berbagai kejadian politis di Indonesai pun lumayan besar, masih ingat dengan video penganiayaan di Cikeusik? Walaupun beberapa waktu setelahnya video itu telah dihapus dari YouTube, namun pesan yang telah disampaikan pada khalayak tidak akan pernah terhapus dari ingatan. Para user YouTube menyadari betul bahwa ada sangat banyak mata yang melihat situs ini setiap harinya, ada sangat banyak pengguna internet yang setiap hari asyik menjelajahi situs ini untuk berbagai tujuan.

Asumsi ini lantas menimbulkan fenomena baru di Indonesia: fenomena artis karbitan YouTube. Masih ingat dengan Sinta dan Jojo? Dua orang mahasiswi yang mengaku hanya iseng belaka saat melakukan lipsync sebuah lagu kemudian merekamnya dalam video lalu mengunggahnya ke YouTube. Namun apa dampaknya kemudian? Dalam sekejap nama keduanya demikian meroket, banyak dibicarakan infotainment, mendapat undangan untuk menghadiri berbagai acara, bahkan sampai mendapat beasiswa dan tawaran rekaman.

Masih segar dalam ingatan juga, bagaimana seorang Adhitya Sofyan memulai karier bermusiknya: lewat YouTube, lewat video-video jamming yang ia rekam di kamarnya lalu ia unggah ke YouTube. Dalam waktu yang relatif singkat ia berhasil mencuri perhatian audiens di Indonesia, dan sampailah ia pada karier musik yang sesungguhnya: rekaman, tur, konser.

Mungkin yang membedakan antara Sinta-Jojo dan Adhitya Sofyan adalah kemampuan bemusiknya. Sinta-Jojo hanya bermodalkan lipsync dan tidak benar-benar memiliki kemampuan menyanyi, sedangkan Adhitya Sofyan sejak awal memang menciptakan lagu, memainkannya, lalu secara tidak langsung mempromosikannya melalui YouTube. Namun adakah perbedaan hasil akhir dari keduanya ketika pada akhirnya keduanya sama-sama menjadi “musisi”? Mereka sama-sama membuat album, sama-sama tur, sama-sama konser.

Pada level yang lebih besar mungkin kita dapat melihat kesuksesan Justin Bieber sebagai salah satu fenomena artis yang memulai kariernya dari YouTube. Ia bukan siapa-siapa sampai seorang Scooter Braun menemukannya lewat video kompetisi menyanyi lokal “Stratford Star” yang dipublikasikan oleh ibunya di YouTube, kini ia telah menjadi salah satu penyanyi pop yang masuk dalam nominasi Grammy Awards.

Fenomena ini bisa jadi menggantikan fungsi audisi pada ajang pencarian bakat, ataupun fungsi pencari bakat dalam memburu bibit-bibit berbakat. Satu hal yang perlu diingat, Sinta-Jojo, Adhitya Sofyan dan Bieber hanyalah tiga dari sekian banyak fenomena artis karbitan YouTube.

Dengan adanya kasus-kasus tersebut, muncul pemahaman baru akan ketenaran: kamu bisa tenar selama ada YouTube. Beralih ke sebuah kasus yang lumayan kontroversial dan masih melibatkan YouTube, yaitu kasus video Briptu Norman. Bagaimana pro dan kontra mengenai masalah ini justru makin meroketkan namanya. Dan, audiens tidak pernah peduli pada pelanggaran apa yang telah dilakukan oleh Norman, satu-satunya yang menjadi perhatian publik ialah betapa seorang aparat kepolisian tetap saja memiliki sisi yang dapat dinikmati sebagai sebuah humor. Buktinya, meskipun pro dan kontra masih terus berlangsung, Norman dengan santainya tetap dapat berkunjung ke berbagai acara yang mengundangnya, mengikuti berbagai talkshow di televisi, bahkan mendapatkan beasiswa dari sebuah perguruan tinggi.

Namun demikian, kemunculan-kemunculan pengekor baik itu pengekor Sinta-Jojo maupun Adhitya Sofyan, Bieber dan Norman tetaplah ada, dan justru ini yang menarik. Mungkin Sinta-Jojo dapat berkata bahwa sama sekali tidak ada unsur kesengajaan untuk mencari popularitas dari apa yang mereka lakukan, namun apa yang mereka lakukan tentu saja dilihat secara berbeda oleh audiens. Hal ini bisa dipahami sebagai salah satu cara cepat menjadi terkenal, terbukti setelah kasus tersebut mencuat, muncul ratusan pengikut Sinta-Jojo, yang sayangnya tidak seberuntung mereka.

 | Pergeseran metode aktualisasi diri

Jadi apa yang sebenarnya terjadi di masyarakat saat ini? Dengan melihat berbagai contoh kasus, dapat kita pahami bahwa kebudayaan masyarakat terkait dengan aktualisasi diri telah bergesar. Yang tadinya begitu ketat dan sulit bahkan untuk sekedar tampil di khalayak, saat ini dengan teknologi informasi yang telah berkembang sangat pesat, hal itu jadi semudah menekan tombol enter pada keyboard komputer.

Satu hal yang menjadi benang merah antara kasus Sinta-Jojo, Adhitya Sofyan maupun Bieber, yaitu kebutuhan akan pengakuan yang terakomodasi oleh teknologi. Budaya malu untuk menonjolkan diri perlahan telah digeser dengan budaya berlomba-lomba memamerkan diri pada berbagai media yang ada, dan cara yang mudah adalah menggunakan YouTube. Tidak ada orang yang benar-benar berkuasa untuk menilaimu dan menyeleksimu, semuanya ada di tangan masyarakat luas, apakah nantinya video itu akan populer atau tidak.

Budaya seperti ini hanya dimungkinkan muncul ketika terlebih dahulu ada teknologi bernama internet dan tentu saja YouTube. Perubahan ini pun membawa berbagai dampak: berkurangnya minat masyarakat pada ajang audisi bibit berbakat dan meningkatnya YouTube users. Semuanya jadi demikian mudah dan murah, YouTube telah menggantikan proses panjang sebuah audisi menjadi sangat sederhana, unggah video promosi diri dan jika beruntung akan ada seseorang yang bersedia mengorbitkanmu. Sesederhana itu.

Kemunculan YouTube dapat menandai bergesernya metode aktualisasi diri pada manusia  sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan akan pengakuan lingkungan sekitarnya. Kemudahan yang ditawarkan teknologi YouTube sangat memungkinkan seseorang untuk melakukan eksekusi eksibisi bahkan seorang diri. Berbeda dengan metode sebelum munculnya YouTube, tentu setiap orang harus repot-repot mengajukan proposal pada perusahaan rekaman, atau berharap suatu saat para pencari bakat menemukannya. Dengan YouTube, pengorbanan yang dilakukan tidak seberapa, namun jika beruntung, justru keuntungan yang sangat besar menanti kita.

Telah banyak kasus yang dapat dijadikan contoh betapa budaya lama tersebut telah tergantikan oleh budaya baru: artis karbitan YouTube. Di sini kita tidak akan bicara apakah hal tersebut merupakan sesuatu yang baik ataukah buruk, di sini saya hanya ingin mencoba melihat fenomena tersebut sebagai sesuatu yang perlahan menggantikan budaya lama dalam pemenuhan kebutuhan manusia akan aktualisasi diri.



Referensi:

Pelle Snickars and Patrick Vonderau.2009.The YouTube Readers.Lithuania:Logotipas.

http://www.youtube.com

No comments:

Post a Comment