Suatu saat,
seorang dosen menanyakan perihal tugas minggu sebelumnya pada mahasiswa yang
hadir. Ia mengonfirmasi apa yang tertulis di lembar presensi dosen, bahwa
minggu lalu mahasiswanya diberi tugas mengenai jurnalisme investigasi oleh
seorang asisten yang menggantikannya. Ia tidak dapat masuk kelas minggu lalu
karena sakit. Mahasiswa yang menghadiri kuliah tersebut pun sontak menyangkal
adanya tugas tersebut. Alih-alih tugas mengenai jurnalisme investigasi, minggu
lalu, sang asisten dosen malah memberikan tugas untuk meresensi apa saja: buku,
film, album musik, bahkan pertunjukan seni. Kemudian dosen tersebut bertanya
pada mahasiswanya:
“Lalu apa maksud dia memberi tugas
itu? Apa hubungannya dengan mata kuliah kita?”
Mahasiswa
hanya bisa menjawab tidak tahu. Dosen itu pun bertanya kembali:
“Kalau kalian tidak tahu apa
maksudnya, kenapa kalian mau diberi tugas seperti itu?”
Seluruh
kelas hanya bisa diam. Kemudian dosen itu melanjutkan:
“Setiap tugas itu kan harusnya
selalu diberi feedback, jadi kalian
paham apa manfaat tugas-tugas yang kalian kerjakan. Kalau tugasnya resensi ya
paling-paling saya cuma bisa memberi feedback
untuk yang meresensi buku. Kalau yang merensi musik metal begini kan saya nggak
paham, jadi nggak bisa ngasih feedback.
Ya sudah, sekarang kumpulkan saja, nanti biar saya serahkan ke yang memberi
tugas, biar dia jelaskan apa maksudnya tugas ini.”
Seketika itu
juga saya merasa sangat bodoh dan dibodohi, apa yang dikatakan dosen saya itu
benar semua, logis semua. Dan bisa-bisanya saya tidak menyadari itu hingga saya
mengerjakan tugas tersebut tanpa terusik dengan pertanyaan-pertanyaan semacam
“Apa tujuannya?”. Sebenarnya saya sempat merasa aneh juga ketika mengerjakan
tugas tersebut, apa hubungannya reportase dengan meresensi? Namun saya tidak
menanyakannya kepada yang memberi tugas, bodohnya saya. Padahal dalam KBBI
jelas-jelas tertulis definisi dari reportase adalah:
reportase n 1 pemberitaan; pelaporan; 2 laporan
kejadian (berdasarkan pengamatan
atau sumber
tulisan)
Terlepas
dari baik-buruknya koordinasi antara dosen dan asisten dosen tersebut, bagi
saya kesalahan tetap terletak pada sang asisten. Bagaimana bisa ia tidak
memahami gol-gol dari kelas yang ia ampu dan gagal memahami apa yang ingin
disampaikan oleh dosen? Ditambah lagi, kenapa ia harus menuliskan keterangan
palsu pada lembar presensi dosen mengenai materi dan tugas yang ia sampaikan?
Jelas ada yang tidak beres di sini, saya tidak mengerti apa yang ia pikirkan.
Kejutan berikutnya
adalah, setelah kelas usai, ada dua orang mahasiswa yang menghampiri dosen
tersebut untuk mengonfirmasi tugas pada mata kuliah lain minggu lalu, yang juga
diberikan oleh asisten tersebut. Mata kuliah tersebut bernama Penyuntingan
Berita, dan sang asisten tersebut memberikan tugas me-resume buku Jurnalisme
Sastrawi. Tebak sendiri apa hubungan me-resume
buku dengan kemampuan menyunting berita. Dua mahasiswa ini ingin memastikan
apakah tugas tersebut memang berasal dari dosen atau tidak. Dosen tersebut berkata
akan menyakannya dulu pada asisten tersebut apa maksud tugas yang ia berikan,
kemudian ia akan memberitahu apakah tugas itu perlu dikerjakan atau tidak.
Beberapa hari berikutnya, terdengar informasi bahwa tugas itu dibatalkan. Saya
hanya bisa tertawa. Jangan-jangan sang asisten ini hanya malas membaca buku
yang ia maksud, kemudian memanfaatkan mahasiswanya agar ia bisa membaca
ringkasannya, barangkali.
hahaha, kuliah (terutama selasa pagi) jadi makin seru aja ya rasanya dengan ada bumbu-bumubu macam ini.. bikin senyum-senyum geli gimanaa gitu (padahal aku juga jarang masuk ;p)
ReplyDelete