Slideshow KELAS PAGI YOGYAKARTA -Conceptual Editorial Photography Workshop 2012- JURNALISTIK
Saya membayangkan, seandainya kuliah fotografi jurnalistik di jurusan saya serupa workshop foto jurnalistik yang cara belajarnya asik sekali. Tak perlu selevel Angkor Photo Workshop ataupun Foundry Photojournalism Workshop, cukup mirip-mirip 3point Award milik MES56 atau Applause milik KPY saja, dengan kurun waktu satu semester. Yang terpenting adalah polanya, dari pematangan ide dan konsep projek, riset, eksekusi, kemudian editing dan final exhibition atau sekadar pembuatan slideshow.
Mengutip kata Karolus Naga di status Facebooknya tanggal 9 Mei kemarin:
Ya, seandainya kuliah fotografi jurnalistik di jurusan saya bukanlah perkara kamu perempuan atau laki-laki, yang entah kenapa katanya bisa mempengaruhi nilai akhir yang kamu peroleh di Kartu Hasil Studi. Seandainya kuliah fotografi jurnalistik di jurusan saya tidak melulu bicara masalah teknis namun miskin wacana. Seandainya kamera-kamera di laboratorium itu segera dibersihkan dari jamur-jamur yang makin ganas. Seandainya perpustakaan senantiasa menyisihkan sebagian anggarannya untuk membeli buku-buku foto yang ciamik nan tak terjangkau kantong mahasiswa. Seandainya dosen fotografi jurnalistik di jurusan saya mengikuti perkembangan zaman dan tidak hanya punya satu koleksi film fotografi produksi Indonesia yang sekadar bicara tentang bagian-bagian kamera dan cara mengatur ISO dan tetek bengeknya (karena itu semua sudah ada di manual book atau bisa dicari di mbah google.com!). Seandainya dosen fotografi di jurusan saya adalah orang seperti Don Hasman, Dwi Oblo, Rony Zakaria, Karolus Naga, Meicy Sitorus, Kurniadi Widodo...
Mengutip kata Karolus Naga di status Facebooknya tanggal 9 Mei kemarin:
“its not about the pictures, its about the process ... you get something new: idea, way of seeing things, thrilled experiences and exhausted editing session on the way. photography workshop is like having sex ...”
Ya, seandainya kuliah fotografi jurnalistik di jurusan saya bukanlah perkara kamu perempuan atau laki-laki, yang entah kenapa katanya bisa mempengaruhi nilai akhir yang kamu peroleh di Kartu Hasil Studi. Seandainya kuliah fotografi jurnalistik di jurusan saya tidak melulu bicara masalah teknis namun miskin wacana. Seandainya kamera-kamera di laboratorium itu segera dibersihkan dari jamur-jamur yang makin ganas. Seandainya perpustakaan senantiasa menyisihkan sebagian anggarannya untuk membeli buku-buku foto yang ciamik nan tak terjangkau kantong mahasiswa. Seandainya dosen fotografi jurnalistik di jurusan saya mengikuti perkembangan zaman dan tidak hanya punya satu koleksi film fotografi produksi Indonesia yang sekadar bicara tentang bagian-bagian kamera dan cara mengatur ISO dan tetek bengeknya (karena itu semua sudah ada di manual book atau bisa dicari di mbah google.com!). Seandainya dosen fotografi di jurusan saya adalah orang seperti Don Hasman, Dwi Oblo, Rony Zakaria, Karolus Naga, Meicy Sitorus, Kurniadi Widodo...
Link:
Jangan manja mba, dosen di kampus saya motret sunrise di atas kapal pake tripod. Mahasiswanya tetep bisa kok belajar motret ditempat lain.
ReplyDeleteMungkin bisa diperjelas apa maksud komentar anda, saudara Topan? Apakah di tulisan saya itu ada indikasi yang bisa disebut "manja"? Apakah di zaman seperti ini kritikan itu dianggap sebuah kemanjaan? Jadi dilarang berpendapat begitu ya?
DeleteSekadar informasi, saya termasuk mahasiswa yang tidak menyerah pada sistem kampus yang kurang kondusif, maka saya mencari sendiri ilmu yang saya rasa perlu saya pelajari. Dalam fotografi, saya membaca buku-buku foto, mencari referensi-referensi dan berdiskusi dengan rekan-rekan yang saya anggap mampu menambah wawasan saya, saya bergabung dalam sebuah forum diskusi fotografi, saya latihan menulis review atas sebuah presentasi dan diskusi fotografi, saya bergabung dengan sekolah fotografi gratis untuk rakyat bernama Kelas Pagi, saya mengikuti workshop fotografi dan outing ke Cilacap walaupun harus berhutang untuk biaya pendaftarannya, saya bekerja untuk mengumpulkan uang demi memenuhi kebutuhan belajar fotografi saya. Mungkin yang saya lakukan belum apa-apa dibandingkan para pembelajar fotografi lain yang bahkan rela melepaskan kesempatannya untuk meraih gelar S1 demi mendalami fotografi secara serius dan total, mungkin saya belum pernah benar-benar bisa rela untuk tidak makan demi membeli roll film, namun paling tidak apa yang saya lakukan dapat membuktikan nahwa apa yang saya tulis di sini bukanlah wujud kemanjaan melainkan sebuah kritikan saya terhadap sistem pendidikan di jurusan saya. Semua itu tak lain dan tak bukan demi terbangunnya wacana di kalangan teman-teman sejurusan saya sehingga kami semua mampu bersama-sama bersikap kritis terhadap sesuatu yang melenceng. Sekian.
Oh satu lagi, maaf saya tidak menangkap maksud anda menceritakan tentang dosen anda tersebut, terus kenapa kalau dosen anda motret di kapal pakai tripod? Jika berkenan mohon dijelaskan sehingga kita bisa berdiskusi dengan fair
Delete